JAKARTA – Lahan rawa merupakan salah satu lahan sub optimal yang potensinya di Indonesia cukup luas dan tersebar dibeberapa pulau besar di luar pulau Jawa. Pemanfaatan lahan rawa saat ini masih belum maksimal, sehingga peluang untuk pengembangan usaha pertanian di lahan ini masih cukup besar.
Kondisi ekosistem lahan rawa selalu jenuh air atau tergenang dalam waktu yang lama, dan memiliki drainase yang buruk sehingga kesuburan tanahnya rendah. Selain itu, lahan rawa memiliki masalah utama yaitu pengaruh rejim airnya.
Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan bahwa saat ini kontribusi produksi pertanian lahan rawa pada pangsa produksi pangan nasional masih rendah karena terkendala oleh kondisi lahan yang masih marjinal. Kemudian tata kelola air yang perlu diperbaiki dan budaya lokal serta keterbatasan sumber daya manusia yang akan mengelola lahan pertanian.
“Pengembangan lahan rawa sebagai lahan pertanian masa kini dan masa depan dinilai sangat strategis dan prospektif dalam mendukung ketahanan pangan. Ini mengingat pertambahan jumlah penduduk yang sangat cepat disatu sisi lahan pertanian banyak yang beralih fungsi”, ujar Mentan SYL.
Pada acara Ngobrol Asyik (Ngobras) Penyuluhan Volume 17, Selasa (02/05/2023) dari Ruang AOR, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi mengatakan Kementerian Pertanian saat ini menjadikan sentral produksi pertanian bukan hanya di pulau Jawa tetapi juga di luar pulau Jawa.
“Dikarenakan proses transportasi dari pulau Jawa ke pulau luar Jawa berhari-hari memiliki peluang untuk luar pulau Jawa khususnya Kalimantan untuk memenuhi kebutuhan cabai dengan memproduksi sendiri”, jelas Kabadan Dedi.
Kabadan menambahkan bahwa budidaya cabai di lahan rawa hal yang terpenting adalah benih yang berkualitas dan untuk cabai Hiyung saat ini sudah dilirik oleh industri makanan untuk dibuat olahan sambal.
Narasumber Ngobras, Ketua Poktan Karya Baru, Desa Hiyung Kabupaten Tapin Provinsi kalimantan Selatan, Junaidi menjelaskan kondisi tanah di lahan rawa lebak biasanya gembur dan masam, selain airnya juga masam.
Hasil analisis kemasaman tanah di desa Hiyung di ujikan ke laboratorium tanah Balittra hasilnya ada 3,8 ada yang 4, jelasnya.
Meski demikian lahan rawa lebak memiliki potensi dan prospek yang dapat dijadikan sebagai lahan pertanian produktif. Salah satu tanaman pertanian yang dapat dikembangkan di lahan rawa lebak adalah tanaman sayuran seperti cabai, jelas Junaidi lagi.
Selanjutnya Junaidi mengatakan telah dilakukan uji laboratrium dilakukan untuk membuktikan keunggulan cabai ini dibandingkan dengan cabai rawit lainnya ke laboratorium Kementan di Bogor. Hasil uji menunjukkan kepedasan cabai Hiyung ini mencapai sampai 2681,97 ppm (2020).
Awal tahun 2023, Alhamdulillah cabai rawit Hiyung bisa di terima untuk dijadikan bahan komposisi sambal dan saos kecap ABC dari perusahaan PT. ABC di Jakarta. Selain bergabung dengan PT. ABC Mitra petani cabai Hiyung bergabung dengan YDBA, KPP, LPB BANUA PRIMA PERSADA, BANK BI, BANK KALSEL dan PT. AGM, imbuhnya. (HV/NF)