Film dokumenter tentang kecurangan pemilu berjudul “Dirty Vote” mulai tayang pada Minggu (11/2) ini di akun YouTube Dirty Vote.
Dalam film ini, tiga ahli hukum tata negara, yaitu Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar, menjadi narasumber utama yang menyampaikan eksplanasi mendalam mengenai berbagai aspek kecurangan yang terjadi dalam proses pemilihan umum.
Dirty Vote, dengan durasi total 1 jam 57 menit 21 detik, mengungkap fakta-fakta serta data-data yang menggambarkan bagaimana kecurangan pemilu terjadi.
Film ini tidak hanya sekadar menyajikan informasi, tetapi juga memberikan pandangan dari sudut pandang ahli hukum tata negara tentang dampak dan implikasi dari kecurangan tersebut.
Pada akhir film, ketiga ahli hukum tata negara tersebut memberikan pernyataan penting.
Feri Amsari menekankan bahwa rencana kecurangan pemilu tidak terjadi secara spontan, melainkan melalui perencanaan yang matang dan kolaborasi dengan pihak lain yang memiliki kepentingan politik.
Hal ini mengindikasikan adanya kekuatan yang telah lama berkuasa dan terlibat dalam manipulasi pemilu selama bertahun-tahun.
Zainal Arifin Mochtar menambahkan bahwa persaingan politik dan perang kekuasaan yang terjadi saat ini merupakan hasil dari kolaborasi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki akses kunci dalam dunia politik.
Dia juga mengajak penonton untuk melihat film ini sebagai panggilan untuk bertindak dan mengambil sikap terhadap fenomena kecurangan pemilu.
Dalam film tersebut, Bivitri Susanti dan rekan-rekannya menjelaskan bagaimana kekuasaan digunakan untuk mempertahankan status quo, yaitu situasi yang sudah ada dan dianggap stabil oleh pihak-pihak yang berkuasa.
Mereka menggunakan berbagai fakta dan data untuk mendukung argumen mereka tentang pentingnya mengungkap dan menghukum pelaku kecurangan demi menjaga integritas proses demokrasi.
Zainal Arifin Mochtar juga menyoroti pentingnya film ini sebagai alat untuk memberikan hukuman sosial terhadap fenomena kecurangan pemilu.
Dia menyebut film ini sebagai sebuah monumen yang mencerminkan peran masyarakat dalam melahirkan pemimpin seperti Presiden Jokowi.
Lebih lanjut, Bivitri Susanti menegaskan bahwa kecurangan dalam pemilu tidak boleh diabaikan demi kelancaran proses pemilihan.
Dia menyerukan agar masyarakat tidak membiarkan kecurangan tersebut terjadi dengan alasan menjaga stabilitas pemilu.
Dengan kata lain, ia menegaskan pentingnya transparansi, kejujuran, dan keadilan dalam setiap tahapan pemilihan umum.
Melalui film “Dirty Vote,” para pembuatnya berharap masyarakat dapat lebih sadar akan pentingnya memperjuangkan integritas dan kejujuran dalam proses demokrasi.
Mereka mengajak penonton untuk tidak hanya menjadi saksi bisu terhadap kecurangan pemilu, tetapi juga menjadi agen perubahan yang aktif dalam memperjuangkan keadilan dan transparansi dalam proses demokrasi di negara mereka.***