hainews.co.id – Lupus sering dijuluki sebagai “penyakit seribu wajah” karena gejalanya yang sangat beragam dan sering menyerupai kondisi medis lainnya. Penyakit ini termasuk ke dalam kelompok autoimun sistemik, di mana sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melindungi diri dari infeksi, justru menyerang jaringan tubuh sendiri—termasuk kulit, sendi, ginjal, hingga sistem saraf.

Mengapa Lebih Banyak Dialami Perempuan?

Menurut dr. Fenda Adita, Sp.PD, FINASIM, dokter spesialis penyakit dalam dari RSUP Dr. Kariadi, dalam Talkshow Keluarga Sehat bersama Radio Kesehatan Kemenkes RI (8 Mei 2025), lupus lebih sering menyerang perempuan, khususnya di usia produktif.

“Perbandingan antara laki-laki dan perempuan itu sembilan banding satu. Jauh lebih banyak perempuan, khususnya di usia subur,” ungkap dr. Fenda.

Apa Saja Penyebab Lupus?

Meskipun belum diketahui penyebab pasti lupus, para ahli mengidentifikasi beberapa faktor pemicu yang saling berkaitan:

  1. Faktor Genetik (Keturunan)
    Individu dengan riwayat keluarga pengidap lupus memiliki risiko lebih tinggi. Faktor genetik atau epigenetik inilah yang menciptakan kerentanan terhadap penyakit ini.

  2. Pengaruh Hormon
    Perempuan cenderung lebih rentan terhadap lupus karena hormon seperti estrogen dan prolaktin yang dapat mengaktifkan sistem imun secara berlebihan. Pada laki-laki, kadar hormon androgen yang rendah juga bisa memengaruhi risiko.

  3. Faktor Lingkungan
    Paparan sinar UV, infeksi virus, bahan kimia seperti silika dan timah, serta toksin lingkungan lainnya dapat menjadi pemicu lupus, terutama pada individu dengan predisposisi genetik.

  4. Stres Psikologis
    Stres berat bisa menjadi “pemantik” munculnya gejala lupus pada orang yang memiliki autoantibodi dalam tubuhnya. “Kalau stres berat, bisa langsung aktif,” jelas dr. Fenda.

Kapan Lupus Bisa Muncul?

Walaupun lupus paling sering didiagnosis pada perempuan usia subur, penyakit ini bisa muncul pada usia berapa saja. Bahkan, dr. Fenda mencatat pernah menangani pasien lupus yang baru terdiagnosis di usia 77 tahun.

Gejala lupus bisa sangat samar dan berkembang secara bertahap, seperti:

  • Nyeri atau bengkak pada sendi

  • Kelelahan berlebihan

  • Ruam kulit yang sensitif terhadap sinar matahari

  • Demam berulang tanpa sebab jelas

Lupus Dapat Dikendalikan dengan Pengobatan Tepat

Meskipun tergolong penyakit kronis, lupus bisa dikendalikan dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat. Banyak penderita lupus tetap menjalani hidup produktif, seperti kuliah, bekerja, bahkan berkarier sebagai dokter, tentara, atau polisi.

“Yang penting adalah konsisten dalam pengobatan dan menghindari pemicunya,” ujar dr. Fenda.

Beberapa pemicu yang harus dihindari adalah:

  • Paparan sinar UV berlebihan

  • Stres

  • Infeksi

  • Kehamilan yang tidak direncanakan dengan baik

Pentingnya Edukasi dan Dukungan Lingkungan

Masih banyak orang yang salah kaprah menganggap lupus sebagai penyakit menular. Hal ini memperburuk stigma sosial terhadap pasien.

“Kalau lupus itu menular, saya tiap hari pasti sudah ketularan. Tapi tidak, karena lupus bukan infeksi. Jadi jangan jauhi pasien, justru mereka butuh dukungan,” tegas dr. Fenda.

Kesadaran masyarakat, edukasi yang benar, serta dukungan dari keluarga dan lingkungan sangat penting bagi kualitas hidup penderita lupus. Setiap kasus lupus juga unik, sehingga penanganannya harus disesuaikan dengan tingkat keparahan dan kondisi spesifik pasien.