Masif Genta Organik, Kementan Gerakkan Penyuluh Pertanian Tingkatkan Pangan Nasional

Penyuluh
Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi menghadiri Rakor Pengawalan dan Pendampingan Genta Organik dan Launching Jurnal Suluh Tani dan e Pusluh di Serpong (02/03). (Sumber: Humas Kementan)

JAKARTA – Dalam mendukung pembangunan pertanian, peningkatan produksi dan produktivitas serta peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) pertanian menjadi bagian yang sangat penting. Kementerian Pertanian (Kementan) beserta jajarannya terus mengembangkan program-program utamanya, yang paling terbaru adalah Program Genta Organik yang merupakan program gerakan pertanian pro organik.

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo menegaskan bahwa Genta Organik bukan mengharamkan penggunaan pupuk kimia, tapi mengurangi saja dan beralih ke pupuk organik, pupuk hayati dan pembenah tanah.

Genta organik tidak berarti mengharamkan penggunaan pupuk anorganik (kimia), melainkan boleh menggunakan pupuk kimia dengan ketentuan tidak berlebihan atau mengikuti konsep pemupukan berimbang”, tegas Mentan SYL lagi.

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) melalui Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan) menyelenggrakan Rapat Kordinasi Pengawalan dan Pendampingan Genta Organik, Launching Jurnal Suluh Tani dan e Pusluh di Serpong (02/03).

Dalam arahannya Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi mengatakan, kita sedang memasuki krisis pangan global, artinya kondisi pangan sedang tidak dalam baik baik saja. Dirinya sudah survei harga dan ketersediaan pangan di Jawa Barat, ada komoditas tertentu khususnya komoditas impor harganya melejit dan beberapa komoditas lain juga naik. Kedelai harganyan Rp.16.000-18.000/kg, yang awalnya hanya Rp. 6000/kg beberapa waktu lalu. Minyak goreng membanjiri diluar negeri karena harganya sangat tinggi, makanya dalam negeri berkurang”, ujarnya.

“Hal tersebut, salah satu tanda adanya krisis pangan global, dimana harga harga pangan yang melejit di pasar global. Ini dampak dari akumulatif covid 19. Disaat sama, climate change juga menyebabkan adanya elnino dan la nina sehingga terjadi penurunan produktivitas karena adanya banjir dan kekeringan serta serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) karena meningkatnya suhu yang berpengaruh terhadap seluruh ekosistem di bumi termasuk ekosistem pertanian”, ungkap Dedi.

Dedi menambahkan, akibat turunkan produktivitas, maka harga menjadi naik karena permintaan tetap. Selain itu, Perang Rusia – Ukraina yang masih berlanjut, menyebabkan semua yang berhubungan dengan ekspor impor menjadi tidak menentu. Ternyata, kenaikan harga global juga diikuti dengan kenaikan harga prasarana dan sarana pertanian ternasuk pupuk, membuat petani merasa terpukul akibat kenaikan harga tersebut. Padahal kita membuktikan, pupuk memberi kontribusi 15-70 persen terhadap peningkatan produktivitas.

Di saat pupuk kimia mahal, disisi lain petani pakai pupuk berlebihan, pakai pertisida berlebihan yang daya racunnya luar biasa dan tidak mampu mendekomposisi sehingga mikroba penyubur tanah mati, akhirnya tanah sakit dan gersang. Untuk itu, menurutnya solusinya dengan dengan Gerakan Tani Pro Organik (Genta Organik).

Dengan Genta Organik akan memaksimalkan pupuk organik dan pupuk hayati pertisida nabati serta konsep pemupukan berimbang. “Genta Organik, bisa mengurangi input bahan agrokimia, tidak boleh berlebih.

Genta organik mampu memperbaiki sifat tanah dan memperbaiki tanaman, memperbaiki kokohnya tanah, makanan untuk mikroba yang menyuburkan tanah. Pupuk hayati dapat menyediakan unsur hara. Juga pembenah tanah (arang) yang menyediakan oksigen dalam tanah”, tambah Dedi.

Dirinya menjelaskan, awal yang harus dilakukan untuk Genta Organik dengan menggerakkan para penyuluh untuk implementasikannya di lapangan.

“Saat ini, ada 102 Sekolah Lapang (SL) pada program IPDMIP dan SIMURP yang akan mengawalnya. Penyuluh juga harus melakukan resonansi kepada para petani agar dapat melaksanakan Genta Organik, mulai dari pemanfaatan pupuk organik/hayati, pestisida nabati, pembenah tanah yang harus mampu membuatnya sendiri, dengan tetap memanfaatkan pupuk kimia, dimana pemberian pestisida kimia namun secara berimbang dan seperlunya”, tegasnya.

“Saya yakin dangan cara ini, penggunaan pupuk, pestisida kimia akan menurun, sehingga kita bisa menghemat pupuk pestisida kimia tersebut dan secara bersamaan kita dapat memelihara lingkungan dari kerusakan zat kimia berlebih, dan produktivitas meningkat dengan memanfaatlan pupuk hayati. Agar petani mau membuat menggunakan pupuk organik, diperlukan pendampingan untuk meyakinkan para petani dalam penggunaan pupuk dan pestisida secara berimbang yang akan menghasilkan produktivitas maksimal, papar Dedai. (NF)