Setelah diarak, ogoh-ogoh dimusnahkan dengan cara dibakar dalam prosesi tawur agung kesanga.

Ogoh-ogoh ini juga sering digambarkan sebagai sebuah makhluk yang hidup di Mayapada, Syurga dan Naraka, seperti naga, gajah, Widyadari, bahkan tokoh terkenal.

Fungsi Ogoh-Ogoh saat Hari Raya Nyepi

Dikutip dari laman resmi Pemerintah Kabupaten Buleleng, Ogoh-ogoh berasal dari kata “ogah-ogah” dalam bahasa Bali yang berarti sesuatu yang digoyang-goyangkan.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi tahun 1986, ogoh-ogoh didefinisikan sebagai ondel-ondel yang beraneka ragam dengan bentuk yang menyeramkan.

Fungsi ogoh-ogoh adalah sebagai representasi Bhuta Kala dan dibuat menjelang Hari Nyepi. Pada senja hari Pangrupukan, sehari sebelum Hari Nyepi, ogoh-ogoh diarak beramai-ramai keliling desa.

Proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat, termasuk kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia).

Kekuatan ini dapat mengantarkan manusia dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran, tergantung pada niat luhur manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dalam menjaga dirinya sendiri dan seisi dunia.