hainews.co.id – Ranitidine adalah salah satu obat yang umum digunakan untuk mengurangi produksi asam lambung berlebih. Obat ini sering diresepkan untuk mengatasi berbagai keluhan lambung seperti tukak lambung, refluks asam lambung (GERD), hingga nyeri ulu hati akibat kelebihan asam.
Cara Kerja Ranitidine
Ranitidine bekerja dengan cara menghambat kerja histamin pada reseptor H2 di lambung. Dengan menghambat reseptor ini, produksi asam lambung menurun. Dampaknya, gejala seperti nyeri, mual, atau sensasi terbakar di dada dapat mereda secara signifikan.
Namun, seperti obat lain, ranitidine juga memiliki potensi efek samping. Salah satu efek samping yang pernah dilaporkan, meskipun sangat jarang terjadi, adalah pembesaran payudara pada pria atau dikenal dengan istilah ginekomastia.
Penjelasan Ahli: Kenapa Ginekomastia Bisa Terjadi?
Menurut Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt., Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), ginekomastia akibat konsumsi ranitidine memang pernah tercatat, namun kejadiannya sangat jarang.
“Ada beberapa kemungkinan penyebabnya,” ujar Prof. Zullies saat diwawancarai media pada Senin, 23 Juni 2025. Berikut ini adalah tiga kemungkinan mekanisme yang dijelaskan:
-
Efek Antiandroginetik Tidak Langsung
Ranitidine tidak secara langsung menghambat androgen, namun ada hipotesis bahwa pemblokiran reseptor H2 pada sel Leydig di testis dapat sedikit menurunkan produksi testosteron. Meskipun begitu, bukti klinis masih belum kuat. -
Perubahan Metabolisme Hormon di Hati
Ranitidine dapat memengaruhi enzim hati yang bertanggung jawab atas metabolisme hormon. Perubahan ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan testosteron, yang memicu ginekomastia. -
Gangguan pada Sistem Hipotalamus-Pituitari
Ada dugaan bahwa ranitidine bisa memengaruhi sistem hormonal pusat melalui otak, meski mekanisme ini masih spekulatif. Efek ini lebih nyata pada H2 blocker generasi awal seperti cimetidine, yang memang memiliki sifat antiandrogenik lebih kuat.
Dosis dan Risiko
Ginekomastia yang dikaitkan dengan ranitidine biasanya terjadi pada dosis 150–300 mg/hari, dengan durasi penggunaan minimal 4–8 minggu. Namun, Prof. Zullies menegaskan bahwa angka kejadian sangat rendah, diperkirakan kurang dari 0,1% dari seluruh pengguna.
Jika dibandingkan, cimetidine memiliki risiko ginekomastia yang jauh lebih tinggi karena efek langsungnya pada hormon pria.
Alternatif Obat yang Lebih Aman
Bagi pasien yang khawatir akan efek hormonal dari H2 blocker seperti ranitidine atau cimetidine, Prof. Zullies menyarankan beberapa alternatif yang dinilai lebih aman dan efektif:
-
Proton Pump Inhibitor (PPI)
Golongan ini termasuk omeprazole, pantoprazole, esomeprazole, dan lansoprazole.“Obat-obat ini tidak berhubungan dengan ginekomastia dan lebih efektif dalam menekan produksi asam lambung,” jelas Prof. Zullies.
-
Antasida dan Sucralfate
Untuk keluhan ringan, antasida dan sucralfate dapat menjadi pilihan. Sucralfate bekerja dengan melindungi mukosa lambung, dan tidak memengaruhi hormon.
Kesimpulan
Ranitidine adalah obat yang efektif untuk gangguan lambung, namun penggunaannya harus tetap diawasi, terutama dalam jangka panjang dan dosis tinggi. Meskipun ginekomastia akibat ranitidine sangat jarang terjadi, penting bagi pasien pria untuk mewaspadai perubahan fisik selama penggunaan.
Bagi mereka yang memiliki kekhawatiran terhadap efek hormonal, alternatif seperti PPI atau obat pelindung mukosa lambung bisa menjadi pilihan yang lebih aman.
Tinggalkan Balasan