Semangka Sebagai Simbol Dukungan Palestina, Ini Sejarahnya

Semangka telah menjadi simbol perlawanan dan dukungan terhadap Palestina, terutama sejak Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Semangka telah menjadi simbol perlawanan dan dukungan terhadap Palestina, terutama sejak Perang Enam Hari pada tahun 1967. (Canva by Alexas Fotos)

Semangka telah menjadi simbol dukungan untuk Palestina, terutama dalam konteks konflik terbaru antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza pada Oktober 2023.

Meskipun penggunaan semangka sebagai simbol Palestina bukan hal baru, namun dalam beberapa pekan terakhir, popularitasnya semakin meningkat di berbagai platform media sosial.

Sejarah penggunaan semangka sebagai simbol Palestina bermula setelah Perang Enam Hari pada tahun 1967, ketika Israel menguasai Tepi Barat dan Gaza serta mencaplok Yerusalem Timur.

Pada saat itu, larangan pengibaran bendera Palestina oleh pemerintah Israel mendorong warga Palestina untuk menggunakan semangka sebagai alternatif.

Saat buah tersebut dibelah, warnanya mencerminkan warna nasional bendera Palestina: merah, hitam, putih, dan hijau.

Pemerintah Israel pada awalnya menanggapi tindakan ini dengan tegas, bahkan melarang penggunaan warna-warna tersebut.

Seniman Sliman Mansour bahkan mengungkapkan bahwa pada tahun 1980, pameran seni di Ramallah yang menampilkan karyanya dan karya seniman lain ditutup oleh pejabat Israel.

Larangan terhadap pengibaran bendera Palestina dicabut pada tahun 1993 sebagai bagian dari Perjanjian Oslo antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina.

Namun, semangka tetap menjadi simbol perlawanan dan identitas Palestina.

Pada tahun 2007, seniman Khaled Hourani menciptakan “Kisah Semangka” untuk buku berjudul “Subjective Atlas of Palestine.”

Penggunaan semangka sebagai simbol kembali mencuat pada tahun 2021.

Tepatnya setelah keputusan pengadilan Israel yang mengusir keluarga Palestina dari Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur.

Ini menjadi bentuk protes terhadap kebijakan tersebut.

Pada tahun 2021, Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, memberi polisi wewenang untuk menyita bendera Palestina.

Dan ini diikuti dengan pemungutan suara pada bulan Juni tentang rancangan undang-undang yang melarang pengibaran bendera di lembaga-lembaga yang didanai negara, termasuk universitas.

Organisasi Zazim meluncurkan kampanye protes dengan menggunakan gambar semangka di taksi di Tel Aviv, dengan pesan tegas bahwa itu bukan bendera Palestina.

Mereka menegaskan komitmen mereka untuk melawan larangan yang dianggap tidak masuk akal dan terus memperjuangkan kebebasan berekspresi dan demokrasi.

Dengan simbol sini, masyarakat Palestina dan pendukungnya menyampaikan pesan kuat bahwa mereka akan terus mengekspresikan solidaritas dan perlawanan, meskipun dihadapkan pada berbagai pembatasan.***