Firli Bahuri, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tengah menghadapi kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Kasus ini ditangani oleh Polda Metro Jaya dan sudah naik ke tahap penyidikan.
Firli Bahuri diduga meminta uang kepada SYL untuk menghentikan penyidikan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan) yang melibatkan sejumlah pejabat dan pihak swasta.
Kasus ini bermula dari laporan SYL ke Polda Metro Jaya pada Kamis (5/10/2023) siang.
SYL mengaku mendapat tekanan dan ancaman dari sejumlah pimpinan KPK, termasuk Firli Bahuri, terkait penanganan perkara korupsi di Kementan. SYL mengklaim bahwa dirinya tidak terlibat dalam kasus tersebut dan hanya menjadi saksi.
Namun, menurutnya, pimpinan KPK meminta uang sebesar Rp 100 miliar agar tidak menetapkan dirinya sebagai tersangka.
Menanggapi laporan tersebut, Polda Metro Jaya langsung melakukan penyelidikan dan mengumpulkan sejumlah alat bukti.
Pada Senin (9/10/2023), Polda Metro Jaya menaikkan status kasus ini menjadi penyidikan dan menetapkan lima orang sebagai tersangka, yaitu Firli Bahuri, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango, Deputi Penindakan KPK Karyoto, Direktur Penyidikan KPK Febri Diansyah, dan Kepala Biro Humas KPK Ali Fikri.
Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Firli Bahuri membantah tuduhan yang disematkan kepadanya dan menyebut bahwa kasus ini merupakan serangan balik dari para koruptor yang ingin menjatuhkan KPK. Firli Bahuri juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan pertemuan tertutup dengan SYL untuk membahas kasus hukum.
Firli Bahuri mengakui bahwa dirinya pernah bertemu dengan SYL di sebuah lapangan bulu tangkis pada 2 Maret 2022, tetapi pertemuan itu hanya bersifat sosial dan tidak ada pembicaraan soal kasus korupsi.
Firli Bahuri juga mengatakan bahwa saat itu SYL bukanlah seorang yang berperkara di KPK.
Kasus dugaan pemerasan ini menimbulkan kontroversi dan kritik dari berbagai pihak.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad menyebut bahwa kasus ini bisa menjadi momentum untuk membersihkan KPK dari oknum-oknum yang tidak berintegritas. Samad juga meminta pemerintah untuk memikirkan ulang perpanjangan masa jabatan lima pimpinan KPK, termasuk Firli Bahuri, yang akan berakhir pada Desember 2023.
Sementara itu, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai bahwa kasus ini merupakan bentuk pelemahan KPK oleh kepolisian yang tidak senang dengan kinerja KPK.
Boyamin juga mempertanyakan kredibilitas Polda Metro Jaya dalam menangani kasus ini dan mendesak agar kasus ini diserahkan ke Kejaksaan Agung.
Kasus dugaan pemerasan yang menjerat Firli Bahuri dan sejumlah pimpinan KPK lainnya ini masih terus berkembang.
Belum diketahui kapan kelima tersangka akan dipanggil untuk diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Kasus ini juga menjadi ujian bagi KPK sebagai lembaga yang bertugas untuk memberantas korupsi di Indonesia.
Apakah KPK akan mampu menjaga integritas dan kredibilitasnya di tengah kasus ini? Ataukah KPK akan terpuruk dan kehilangan kepercayaan publik?***